
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan isu radioaktif pada produk udang beku Indonesia yang diekspor ke Amerika Serikat (AS) hanya insidental, kasuistik, dan langkah cepat sudah ditempuh menjaga reputasi ekspor.
“Kami sudah sampaikan kepada pihak FDA (Food and Drug Administration) bahwa ini adalah insidental kasus hanya terjadi di situ saja, hanya terjadi pada lot-lot tertentu, jadi kontainer tertentu, pengiriman tertentu saja, tidak terjadi di tempat yang lain,” kata Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (Badan Mutu) KKP Ishartini dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan kasus itu bermula dari notifikasi Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (Food and Drug Administration/FDA) setelah menerima laporan dari Custom Border Protection terkait satu kontainer udang Indonesia yang terdeteksi mengandung radioaktif Cesium-137 dalam jumlah tertentu.
KKP segera menindaklanjuti informasi tersebut melalui pertemuan virtual dengan otoritas AS untuk mengklarifikasi kebenaran hasil uji serta memastikan langkah bersama menangani temuan tersebut.
Ishartini menuturkan FDA menemukan sampel udang beku mengandung tingkat radiasi 68 Bq/kg, jauh di bawah ambang batas internasional 1.200 Bq/kg, meski tetap dianggap berpotensi berisiko jika dikonsumsi jangka panjang.
Berdasarkan hasil uji, FDA kemudian menetapkan red list hanya pada produk udang dari PT BMS yang berlokasi di kawasan industri modern Cikande, Banten.
“Sehingga diputuskan oleh FDA untuk memberikan red list untuk impor khusus. Jadi khusus udang yang diproduksi oleh PT BMS,” ujarnya pula.
Menindaklanjuti hal itu, kata Ishartini, KKP bersama Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) melakukan inspeksi bersama menelusuri rantai pasok bahan bahan baku udang PT BMS yang berasal dari Lampung dan Pandeglang.
Hasil penelusuran memastikan tidak ada temuan Cesium-137 di tambak maupun bahan baku, sehingga kontaminasi diduga berasal dari luar lingkungan pabrik pengolahan.
Bapeten menemukan dugaan adanya paparan radioaktif di bagian luar kawasan pabrik PT BMS di Cikande, yang diduga berasal dari lingkungan sekitar, kemungkinan cemaran dari besi tua.
“Dari Bapeten mungkin nanti lebih berkompeten untuk bisa menyampaikan duga-dugaan awal seperti misalnya dari besi-besi tua yang ada di sekitar situ. Itu yang diduga bisa mencemari ke pabrik itu, karena itu bisa melalui udara,” katanya lagi.
Sebagai langkah awal, pemerintah melakukan penghentian sementara produksi di PT BMS dan melokalisir area pabrik untuk mencegah risiko lanjutan pada produk udang.
KKP juga melibatkan BRIN, kepolisian, serta Kementerian Lingkungan Hidup dalam meninjau lokasi dan memastikan penanganan menyeluruh terhadap sumber kontaminasi radioaktif tersebut.
“Sekarang sudah dilokalisir lokasinya dan sementara PT BMS ini tidak memproduksi dulu udang olahannya sampai seluruh permasalahan ini bisa kita selesaikan,” katanya pula.
Ke depan, KKP memperkuat sistem penjaminan mutu ekspor dari hulu ke hilir, meliputi uji laboratorium, pengawasan karantina, serta kolaborasi pemeriksaan dengan Bapeten sebelum pengiriman.
Pabrik PT BMS diwajibkan melakukan proses dekontaminasi dengan pengawasan ketat lintas lembaga, agar dapat kembali beroperasi setelah dipastikan aman untuk produksi.
KKP menegaskan kasus ini bersifat kasuistik, hanya terjadi pada pengiriman tertentu, sehingga tidak mempengaruhi tambak maupun pabrik lain yang memasok ekspor udang Indonesia.
Dengan langkah cepat, koordinasi lintas lembaga, dan keterbukaan informasi, KKP berkomitmen menjaga reputasi ekspor, memastikan udang Indonesia tetap aman, memenuhi standar global, dan dipercaya pasar internasional.