Kemenperin konsisten perkuat program penggunaan produk dalam negeri

Kemenperin konsisten perkuat program penggunaan produk dalam negeri

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) konsisten memperkuat pelaksanaan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), khususnya pengadaan barang dan jasa pemerintah agar memperkokoh kontribusi manufaktur terhadap ekonomi nasional.

Kepala Pusat P3DN Kemenperin, Heru Kustanto di Jakarta, Selasa menyatakan dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa tata kelola program P3DN saat ini masih belum lengkap dan harus diperkuat.

“Program P3DN masih menyasar pada sisi belanja melalui pengadaan barang dan jasa pemerintah, belum menyasar sisi konsumsi masyarakat,” katanya.

Selain itu, lanjutnya, belanja badan usaha yang sebenarnya memiliki pengaruh lebih besar untuk pertumbuhan ekonomi nasional, juga belum sepenuhnya tersentuh dalam Program P3DN.

Untuk mengatasi kondisi ini, Kemenperin mulai mengejar penguatan tata kelola produk dalam negeri sebagai salah satu program strategis.

Ia merinci dua hal utama yang ingin dikejar dalam penguatan tersebut yakni penguatan tata kelola penghitungan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), serta penguatan tata kelola peningkatan penggunaan produk dalam negeri dari sisi konsumsi masyarakat.

Untuk penguatan tata kelola penghitungan TKDN, Heru menyampaikan, strategi dalam konsep tata cara penghitungan TKDN akan diubah menjadi lebih sederhana, cepat, akurat dan mendorong pendalaman industri.

“Saat ini, telah dirumuskan tata cara penghitungan TKDN baru yang disesuaikan dengan perkembangan industri dalam negeri,” ujar Heru.

Lebih lanjut, perubahan penghitungan TKDN ini akan lebih terstruktur dengan formula yang mengacu pada komposisi kontribusi produksi dalam negeri.

Dalam skema baru ini, penghitungan TKDN untuk barang akan mengacu pada proporsi bahan material langsung yang berasal dari dalam negeri, besaran tenaga kerja langsung ber-KTP Indonesia, serta besaran biaya tidak langsung dari pabrik.

Khususnya dalam komponen bahan material langsung, penghitungan nilai TKDN dilakukan hanya pada layer pertama bahan pembuat produk sehingga prosesnya akan jadi lebih sederhana namun tidak menghilangkan keakuratan dalam penghitungan.

Sedangkan pada upaya penguatan tata kelola peningkatan penggunaan produk dalam negeri dari sisi konsumsi masyarakat, Heru menjelaskan bahwa hal tersebut akan dilakukan dengan memanfaatkan penggunaan logo produk ber-TKDN.

“Dalam rancangan Peraturan Menteri Perindustrian yang saat ini tengah disusun, akan dicantumkan tentang kewajiban pencantuman logo untuk produk yang sudah memiliki sertifikat TKDN,” kata Heru.

Logo TKDN itu sendiri berfungsi sebagai alat bantu untuk memudahkan pengguna dalam mengidentifikasi produk-produk dalam negeri.

Tanda itu wajib disematkan pada produk atau kemasannya dan terdiri dari tiga elemen utama, yaitu logo, angka yang menunjukkan persentase TKDN, serta kode batang (QR Code) yang dapat dipindai untuk melihat rincian sertifikasi secara digital.

Heru optimistis, keseluruhan strategi tersebut disusun dengan harapan mewujudkan kemandirian dan stabilitas perekonomian nasional,

“Terlebih dengan adanya instrumen dalam APBN yang bisa dimaksimalkan untuk pembelian produk dalam negeri, maka pertumbuhan ekonomi nasional dapat terjadi dengan didukung oleh adanya peningkatan tata kelola penggunaan produk dalam negeri,” kata Heru.

Selain dua hal tersebut, hal lain yang dilakukan Kemenperin dalam memperkuat tata kelola produk dalam negeri yakni penguatan tata kelola sertifikasi kompetensi verifikator TKDN melalui Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan skema sertifikasi verifikator TKDN, serta penguatan tata kelola pengawasan konsistensi nilai TKDN secara lebih terorganisir.

Selanjutnya penguatan tata kelola pengawasan penggunaan PDN untuk Kementerian/Lembaga /BUMN/ BUMD, penguatan tata kelola Kelompok Kerja Tim Nasional P3DN, penguatan tata kelola sertifikasi TKDN menjadi lebih efektif dalam melakukan pengawasan sertifikasi, dan penguatan tata kelola pemberian insentif bagi perusahaan swasta yang menggunakan produk dalam negeri.

Data penelusuran ANTARA menyebutkan, kemampuan sektor manufaktur Indonesia dalam memenuhi persyaratan TKDN saat ini tergolong cukup baik karena tren jumlah produk bersertifikat meningkat, termasuk total belanja pemerintah ke produk tersebut.

Jumlah pruduk berserfitikat TKDN pada 2019 baru tercatat 3.207 produk, tetapi pada Januari 2025 sudah meningkat jadi 8.040 produk.

Kemudian, realisasi total belanja pemerintah untuk produk manufaktur bersertifikat meningkat tajam dari Rp990 triliun (2022) menjadi Rp1.500 triliun (2023).

Sementara itu, untuk target TKDN Nasional berdasarkan RPJMN (2020–2024), ditetapkan rata‑rata TKDN mencapai 50 persen pada 2024 atau meningkat dari sebelumnya 43,3 persen pada 2020.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*